Kamis, 31 Januari 2013

Dion


 
            Pagi hari di bulan Juni adalah saksi bisu pertemuanku dengan Dion, one of man who i love. Tatapan bening dari matanya membuatku selalu ingin hanyut dalam buaian-buaian mimpi yang indah.
            “ Bengong ajah lu Lin! “ sahut Cinta, membuatku terbuyar dari angan indah itu
            “ Heh, lu ada pa kemari? Tumben banget! “
            “ Gue kangen ama loe... “ jawabnya sambil memeluk gue dengan erat
            “ Saraf loe yah, emang gue kemana coba? Kea gak jumpa 3 tahun ajah deh.. “ seruku sembari menaplok kening Cinta.
            “ Busyet dah loe Lin, sakit nih jidat gue “ sahutnya sembari menghusap-usap kening
            “ Itu mah DL “ jawabku sembari berdiri berhadapan dengannya. Sekilas aku mulai memperhatikan lapangan basket yang tengah kosong karena hujan namun, aku tak dapat membohongi diriku ketika Dion si murid baru itu berjalan kearahku. Degup jantungku mulai berloncatan tak terhankan, keringat dingin mulai membasahi dan ingin sekali tergeletak jatuh dan pingsan.
            “ Selamat Pagi! “ serunya
            “ Pp... pa,,, pa.. pagi.... “ jawabku terbata-bata
            “ Elo yang namanya Linda yah? Anak XII-I.A kan? “ tanyanya dengan lembut. Oh God! Dia tau nama gue beruntung banget gue... uhh,,, senyumnya itu loh..., batinku dalam hati
            “ I...iyyaa.. “
            “ Pak Andre nyuruh supaya gue nemuin loe, katanya sih loe yang jadi pembimbing gue selama beberapa hari ini. Loe mau gak? “ tanyanya dengan mata berbinar dan membuat jantungku semakin keras berdebar.
            “ Emm... “ gumamku singkat, emang sih gue suka ama dia tapi kan gak banget gue langsung terima gitu ajah, batinku dalam hati
            “ Loe gak bisa yah? “ tanyanya dengan ragu
            “ Emang loe masuk kelas berapa? “ tanya ku sok memperhatikan
            “ Kelas I.A “
            “ Sama dong kalo gitu, kebetulan yang indah.. “ jawabku tiba-tiba
            “ Apa? “
            “ Oh maaf, gak ada kok,, yok lah kalo emang kita sekelas, gue sih bisa-bisa ajah “ sahutku mengalihkan pembicaraan.
* * *
            Tidak terasa bulan pun telah berganti bulan, semenjak pertemuanku dengan Dion sesosok manusia yang belakangan ku ketahui bahwa umurnya lebih muda 2 tahun dariku. Berulang kali kuyakinkan diriku apakah aku benar-benar menyukainya? Ataukah ini hanya sekedar bumbu-bumbu peremaja? Namun setiap aku meyakinkan diriku bayang-bayang Dion selalu muncul dengan senyum yang mengesankan itu.
            “ Hah, andai aku diberi kesempatan untuk memilikinya ” seruku sembari menghela nafas panjang berusaha menghilangkan bayang-bayang kalbunya dari anganku. Perlahan aku mengambil sebuah buku kecil dari dalam tas bututku, kubuka buku itu dan mulai menuliskan sebuah syair cinta untuknya :

Wish you were here

Rasa ini bagaikan duri dalam daging
Menusuk dan menyakitkan
Senyum dan tawamu menggelikan jiwaku
Namun menggores hatiku
Inginku menggapaimu direlung hatiku
Namun semuanya sia-sia
Karena kau tak pernah menganggapku
Perih hatiku terlalu dalam
Namun tingkahmu mengobatinya
Hasrat jiwaku ingin memelukmu
Namun waktu tak mengizinkannya
Mata ini selalu memandangmu
Berharap kau akan tau
Bahwa aku sungguh mencintaimu

            Anganku terbang melayang ketika aku tengah menyelesaikan syair cintaku. Mataku memandang nanar ke arah Dion, berharap ia tahu bahwa aku menantikannya disini tapi, serasa semuanya hampa Dion malah berlari keluyuran diluar kelas. Dengan tawa candanya yang khas membuatnya semakin sempurna di mataku.
            “ Wuhhzzz... “ bisikan halus membuyarkan pandanganku berharap yang menghembus telingaku adalah Dion dengan cekatan aku mengalihkan pandanganku
            “ Ehek,, ngapain sih Cin? “ tanyaku dengan mata melotot
            “ Elo ngeliatin apaan sih? Kok serius banget.. apa loe lagi naksir sama orang yah? Hayooo... sapa?? “ godanya sembari mencubit-cubit pinggangku
            “ Akh elo mah pertanyaannya itu-itu ajah, gak ada loh Cinta “ sahutku meyakinkan
            “ Agaknya gak meyakinkan nih “ serunya masih mencari tau, matanya berkeliaran memandang ke seluruh arah mata angin
            “ Dibilangi bandel lu.. “ kataku smbari mengusap mukanya, membuatnya setengah melotot
            “ Serius gadak? “
            “ Iyah.. “
            “ Jadi ini appaa??? “ serunya sembari menarik buku puisiku, di lihatnya untaian puisiku dan tersenyum
            “ Loe mana bisa booong sama gue “ katanya lagi sambil tertawa puas
            “ Iya deh, emang ada sih yang gue suka. Tapi gue mah gak berharapp banget.. “
            “ Kenapa?  Bukannya cinta itu mesti diperjuangkan? “
            “ Iya sih, tapi loe liat dong gue. gue ini cupu, orang cupu mana bisa perjuangin cintanya.. “ jawabku seraya menunduk
            “ Sapa yang bilang? Hmm,, kalo loe gak bisa perjuangin cinta loe tu bukan karena loe cupu tapi karena loe takut sama yang namanya patah hati. Yakh kan? “ serunya dengan senyum menyeringai
            “ Enggak kok! “ jawabku ngeles
            “ Bibir loe ajah yang bilang enggak, tapi hati loe? Udah deh gak usah gengsian gitu “ sahutnya sembari memukul pundakku dan berlari menuju koridor kelas. Aku menatapnya dari jauh dan mengambil posisi awalku, angan-anganku mulai pergi berkeliaran mengenang perkataan Cinta dan wajah Dion. Jujur sih, kata-kata Cinta ada benernya. Yaitu sebenarnya gue bukan minder tapi gue takut patah hati, batinku dalam hati.
* * *
            Sepulangnya dari sekolah aku menjadi galau terhadap diriku sendiri, kata-kata Cinta masih terngiang jelas di telingaku. Perlahan aku melangkahkan kaki ke arah dapur, membuka kulkas dan menarik sebuah botol besar berisikan air mineral, kutuangkan air itu dan membawanya ke kamarku. Dalam kediamanku itu aku mulai menyetel mp3 player yang terletak di ujung meja belajarku, sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Budi Doremi yang berjudul 1234 mengisi kekosonganku. Perlahan dengan pasti aku mulai mengikuti dendangannya, membuat tubuhku ikut berdendang ke kiri dan kanan mengikuti alunan musik yang merdu :
... Ada sebuah cerita tentang aku dan dia, jumpa pertama pertama ku dengannya di satu sore yang cerah, singkat kata singkat cerita ku berjalan dengannya, namun apa yang ku rasa mungkinkah ini cinta?...
            “ Haah,,, gue capek nahan cinta ini “ teriakku sembari menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Kutatap langit-langit kamar dan memejamkan mata, dalam angan aku melihat Dion menghampiri dan menyatakan cinta padaku, membuatku tergelak dan terbangun dengan senyum harapan yang indah. Kubenamkan wajahku dalam bantal hingga akhirnya terlelap dan kemudian tebangun di saat mentari telah meninggalkan singgasananya
            “ Hoahm,, udah malem yah? Kok gelap sih? Pake acara lapar lagi nih perut “ seruku sembari mengarahkan tangan berusaha menggapai jam beker yang terletak di meja sudut tempat tidur. Dalam keadaan setengah sadar aku pun mulai membuka seragam sekolah yang sedari tadi ikut tidur denganku, ku masuki kamar mandi dan mulai membasuh badan membuat semuanya serasa hilang sejenak.
            Seusainya aku mandi, kuputuskan untuk menyantap makan malam. Kulihat mbok Sumi tengah sibuk di dapur
            “ Eh, non Linda udah bangun “
            “ Mami ama Papi belum pulang mbok? “ tanyaku sembari mengambil minuman dari kulkas
            “ Mami non tadi udah pulang tapi non malah tidur, jadi tadi nyonya Cuma mesan kalo non udah bangun jangan lupa makan udah itu pergi lagi “ sahut mbok Sumi sembari memotong-motong bawang
            “ Makasih deh mbok, oyah mbok mau Linda bantuin? “
            “ Ngak usah deh non, ini udah hampir kelar kok. Entar kalo udah kelar biar bibik antar ajah “
            “ Makasih yah mbok “ sahutku sembari menyungginggkan senyum singkat
            Selang 10 menit dan mbok Sumi masih sibuk dengan pekerjaanya, kuputuskan untuk berjalan kedepan Tivi yang berada di ruang tamu. Kuambil remote dan mencoba mencari saluran yang menyenangkan tapi tak kudapatkan, dengan putus asa ku matikan tivi dan mengambil handphone yang terletak di sofa, melihat layar dan kemudian mengotak-atik kontak telepon.
            “ Bete ah,,, “ seruku singkat.

#BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar