Pagi hari di bulan Juni adalah saksi
bisu pertemuanku dengan Dion, one of man
who i love. Tatapan bening dari matanya membuatku selalu ingin hanyut dalam
buaian-buaian mimpi yang indah.
“ Bengong ajah lu Lin! “ sahut Cinta,
membuatku terbuyar dari angan indah itu
“ Heh, lu ada pa kemari? Tumben
banget! “
“ Gue kangen ama loe... “ jawabnya
sambil memeluk gue dengan erat
“ Saraf loe yah, emang gue kemana
coba? Kea gak jumpa 3 tahun ajah deh.. “ seruku sembari menaplok kening Cinta.
“ Busyet dah loe Lin, sakit nih
jidat gue “ sahutnya sembari menghusap-usap kening
“ Itu mah DL “ jawabku sembari
berdiri berhadapan dengannya. Sekilas aku mulai memperhatikan lapangan basket
yang tengah kosong karena hujan namun, aku tak dapat membohongi diriku ketika
Dion si murid baru itu berjalan kearahku. Degup jantungku mulai berloncatan tak
terhankan, keringat dingin mulai membasahi dan ingin sekali tergeletak jatuh
dan pingsan.
“ Selamat Pagi! “ serunya
“ Pp... pa,,, pa.. pagi.... “
jawabku terbata-bata
“ Elo yang namanya Linda yah? Anak
XII-I.A kan? “ tanyanya dengan lembut. Oh God! Dia tau nama gue beruntung
banget gue... uhh,,, senyumnya itu loh..., batinku dalam hati
“ I...iyyaa.. “
“ Pak Andre nyuruh supaya gue nemuin
loe, katanya sih loe yang jadi pembimbing gue selama beberapa hari ini. Loe mau
gak? “ tanyanya dengan mata berbinar dan membuat jantungku semakin keras
berdebar.
“ Emm... “ gumamku singkat, emang
sih gue suka ama dia tapi kan gak banget gue langsung terima gitu ajah, batinku
dalam hati
“ Loe gak bisa yah? “ tanyanya
dengan ragu
“ Emang loe masuk kelas berapa? “
tanya ku sok memperhatikan
“ Kelas I.A “
“ Sama dong kalo gitu, kebetulan
yang indah.. “ jawabku tiba-tiba
“ Apa? “
“ Oh maaf, gak ada kok,, yok lah
kalo emang kita sekelas, gue sih bisa-bisa ajah “ sahutku mengalihkan
pembicaraan.
* * *
Tidak terasa bulan pun telah
berganti bulan, semenjak pertemuanku dengan Dion sesosok manusia yang
belakangan ku ketahui bahwa umurnya lebih muda 2 tahun dariku. Berulang kali
kuyakinkan diriku apakah aku benar-benar menyukainya? Ataukah ini hanya sekedar
bumbu-bumbu peremaja? Namun setiap aku meyakinkan diriku bayang-bayang Dion
selalu muncul dengan senyum yang mengesankan itu.
“ Hah, andai aku diberi kesempatan
untuk memilikinya ” seruku sembari menghela nafas panjang berusaha
menghilangkan bayang-bayang kalbunya dari anganku. Perlahan aku mengambil
sebuah buku kecil dari dalam tas bututku, kubuka buku itu dan mulai menuliskan
sebuah syair cinta untuknya :
Wish you were
here
Rasa ini bagaikan duri dalam
daging
Menusuk dan menyakitkan
Senyum dan tawamu menggelikan
jiwaku
Namun menggores hatiku
Inginku menggapaimu direlung
hatiku
Namun semuanya sia-sia
Karena kau tak pernah
menganggapku
Perih hatiku terlalu dalam
Namun tingkahmu mengobatinya
Hasrat jiwaku ingin memelukmu
Namun waktu tak mengizinkannya
Mata ini selalu memandangmu
Berharap kau akan tau
Bahwa aku sungguh mencintaimu
Anganku terbang melayang ketika aku
tengah menyelesaikan syair cintaku. Mataku memandang nanar ke arah Dion,
berharap ia tahu bahwa aku menantikannya disini tapi, serasa semuanya hampa
Dion malah berlari keluyuran diluar kelas. Dengan tawa candanya yang khas
membuatnya semakin sempurna di mataku.
“ Wuhhzzz... “ bisikan halus
membuyarkan pandanganku berharap yang menghembus telingaku adalah Dion dengan
cekatan aku mengalihkan pandanganku
“ Ehek,, ngapain sih Cin? “ tanyaku
dengan mata melotot
“ Elo ngeliatin apaan sih? Kok
serius banget.. apa loe lagi naksir sama orang yah? Hayooo... sapa?? “ godanya
sembari mencubit-cubit pinggangku
“ Akh elo mah pertanyaannya itu-itu
ajah, gak ada loh Cinta “ sahutku meyakinkan
“ Agaknya gak meyakinkan nih “
serunya masih mencari tau, matanya berkeliaran memandang ke seluruh arah mata
angin
“ Dibilangi bandel lu.. “ kataku
smbari mengusap mukanya, membuatnya setengah melotot
“ Serius gadak? “
“ Iyah.. “
“ Jadi ini appaa??? “ serunya
sembari menarik buku puisiku, di lihatnya untaian puisiku dan tersenyum
“ Loe mana bisa booong sama gue “
katanya lagi sambil tertawa puas
“ Iya deh, emang ada sih yang gue
suka. Tapi gue mah gak berharapp banget.. “
“ Kenapa? Bukannya cinta itu mesti diperjuangkan? “
“ Iya sih, tapi loe liat dong gue.
gue ini cupu, orang cupu mana bisa perjuangin cintanya.. “ jawabku seraya
menunduk
“ Sapa yang bilang? Hmm,, kalo loe
gak bisa perjuangin cinta loe tu bukan karena loe cupu tapi karena loe takut
sama yang namanya patah hati. Yakh kan? “ serunya dengan senyum menyeringai
“ Enggak kok! “ jawabku ngeles
“ Bibir loe ajah yang bilang enggak,
tapi hati loe? Udah deh gak usah gengsian gitu “ sahutnya sembari memukul
pundakku dan berlari menuju koridor kelas. Aku menatapnya dari jauh dan mengambil
posisi awalku, angan-anganku mulai pergi berkeliaran mengenang perkataan Cinta
dan wajah Dion. Jujur sih, kata-kata Cinta ada benernya. Yaitu sebenarnya gue
bukan minder tapi gue takut patah hati, batinku dalam hati.
*
* *
Sepulangnya dari sekolah aku menjadi
galau terhadap diriku sendiri, kata-kata Cinta masih terngiang jelas di
telingaku. Perlahan aku melangkahkan kaki ke arah dapur, membuka kulkas dan
menarik sebuah botol besar berisikan air mineral, kutuangkan air itu dan
membawanya ke kamarku. Dalam kediamanku itu aku mulai menyetel mp3 player yang terletak di ujung meja
belajarku, sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Budi Doremi yang berjudul 1234 mengisi kekosonganku. Perlahan
dengan pasti aku mulai mengikuti dendangannya, membuat tubuhku ikut berdendang
ke kiri dan kanan mengikuti alunan musik yang merdu :
...
Ada sebuah cerita tentang aku dan dia,
jumpa pertama pertama
ku dengannya di satu sore yang cerah, singkat kata singkat cerita ku berjalan
dengannya, namun apa yang ku rasa mungkinkah ini cinta?...
“ Haah,,, gue capek nahan cinta ini
“ teriakku sembari menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Kutatap langit-langit
kamar dan memejamkan mata, dalam angan aku melihat Dion menghampiri dan
menyatakan cinta padaku, membuatku tergelak dan terbangun dengan senyum harapan
yang indah. Kubenamkan wajahku dalam bantal hingga akhirnya terlelap dan
kemudian tebangun di saat mentari telah meninggalkan singgasananya
“ Hoahm,, udah malem yah? Kok gelap
sih? Pake acara lapar lagi nih perut “ seruku sembari mengarahkan tangan
berusaha menggapai jam beker yang terletak di meja sudut tempat tidur. Dalam
keadaan setengah sadar aku pun mulai membuka seragam sekolah yang sedari tadi
ikut tidur denganku, ku masuki kamar mandi dan mulai membasuh badan membuat
semuanya serasa hilang sejenak.
Seusainya aku mandi, kuputuskan untuk
menyantap makan malam. Kulihat mbok Sumi tengah sibuk di dapur
“ Eh, non Linda udah bangun “
“ Mami ama Papi belum pulang mbok? “
tanyaku sembari mengambil minuman dari kulkas
“ Mami non tadi udah pulang tapi non
malah tidur, jadi tadi nyonya Cuma mesan kalo non udah bangun jangan lupa makan
udah itu pergi lagi “ sahut mbok Sumi sembari memotong-motong bawang
“ Makasih deh mbok, oyah mbok mau
Linda bantuin? “
“ Ngak usah deh non, ini udah hampir
kelar kok. Entar kalo udah kelar biar bibik antar ajah “
“ Makasih yah mbok “ sahutku sembari
menyungginggkan senyum singkat
Selang 10 menit dan mbok Sumi masih
sibuk dengan pekerjaanya, kuputuskan untuk berjalan kedepan Tivi yang berada di
ruang tamu. Kuambil remote dan mencoba mencari saluran yang menyenangkan tapi
tak kudapatkan, dengan putus asa ku matikan tivi dan mengambil handphone yang
terletak di sofa, melihat layar dan kemudian mengotak-atik kontak telepon.
“ Bete ah,,, “ seruku singkat.
#BERSAMBUNG