Jumat, 30 Agustus 2013

Sang Jendela Fajar

pagi ini terasa aneh... jendela fajarku tak mau tertutup... ulu hatiku seperti bergejolak... yah.. sungguh menyiksa... jendela fajar ini.. tatapannya kosong,, tak berarti sama sekali... dia mengeluarkan airnya ketika dia tak kuat menahan deritanya sendiri... dia berharap bisa buta... agar dia tak melihat pembunuh yang menyakiti dan membuatnya menderita di setiap detak jantungnya,,

sekuatnya hati dilandai badai persoalan... sekuatnya jiwa diremukkan keangkuhan... pasti dia akan mati.. batang hidup terasa goyah... kertakan gigi merongrong kian kemari... ada apa ini? apakah aku bisa bertahan? aku berharap bisa... namun aku tak mengapa... hati ini.. selalu tak kuat... kerapuhannya membuat jendela fajar terus basah... sekali... dua kali... hingga ketiga kali... jendela fajar menseka air kesedihannya... namun sebanyak apapun dia menyekanya... dia tau.. bahwa dia masih amat sedih...

senyum dan tawa yang jadi kegemilangan mentari kini kian pudar... seperti mentari yang meninggalkan singgasananya... aku berharap.. dan selalu berharap bisa bertahan... tapi aku tak mengerti kenapa aku serapuh ini... aku tak bisa lagi menjadi yang dulu.. entahlah... aku tak mengerti... dan tetap tidak mengerti...

sekian lama... yah mungkin 18 tahun... aku berusaha menyuntai senyum kecil menjadi senyum yang gemilang... bermimpi membuat 1001 senyuman namun mengorbankan 2001 senyuman kecil miliknya... dia mengerti arti kebahagian.. dia tak ingin ada kesedihan.. namun dunia selalu menggoreskan bara api di senyumnya.. membuat dia merongrong kepanasan... membuat dia menangis kepedihan... pernah dia bertanya... lukakah ini? beratkah semua ini? ataukah dosa yang kulakukan ini?... tapi sebanyak apapun pertanyaan itu... dia tetapp tak mendapat jawaban.. dan di kebingungannya,,, dia menunggu,. menunggu,,, dan masih menunggu... datangnya senyuman abadi yang menghilangkan segala kesesakan yang menghimpit dirinya.. dan jika senyuman itu datang... dia berjanji kalau dia akan mempertahankan senyuman itu... hingga nanti... kelak di suatu saat tidak ada lagi yang dapat membuat jendela fajar mengeluarkan air kesedihan.. yah... inginnya satu... tetap... dan tetap menjaga segalanya dengan sisa senyuman yang telah tergores bara api panas yang menyiksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar